Klikminang.com-Hubungan Minangkabau dengan bangsa Barat yang pertama kali  dilakukan dengan bangsa Portugis. Menurut berita Portugis, permulaan abad ke 16  ada utusan kerajaan Melayu yang datang ke Malaka. Kedatangan utusan tersebut  adalah untuk membicarakan masalah perdagangan dengan bangsa Portugis yang waktu  itu menguasai Malaka. Tetapi dengan berhasilnya Aceh menguasai pesisir barat  pulau Sumatera, maka hubungan dagang dengan Portugis itu terputus.
Dengan bangsa Belanda hubungan Minangkabau terjadi pertama kali  kira-kira tahun 1600, diwaktu Pieter Both memerintahkan Laksamana Muda Van  Gaedenn membeli lada ke pantai barat pulau Sumatera. Waktu itu beberapa  pelabuhan yang ada disana menolak permintaan Belanda dibawah kekuasaan Kerajaan  Aceh.
Pada waktu Sultan Iskandar Muda dari kerajaan Aceh meninggal  dunia, maka kekuasaan kerajaan Aceh menjadi lemah, sehingga mulai tahun 1636  sewaktu Iskandar Muda meninggal dunia, daerah-daerah Pesisir Barat kerajaan  Pagaruyung mulai membebaskan diri dari kekuasaan Aceh dan melakukan hubungan  dagang langsung dengan Belanda, seperti yang dilakukan oleh raja-raja Batang  Kapas, Salido, Bayang di Pesisir Selatan.
Pada tahun 1641 Belanda merebut Malaka dari Portugis dan semenjak  itu Belanda mulai memperbesar pengaruhnya di pesisir barat Sumatera untuk  menggantikan kerajaan Aceh. Mula-mula Belanda mendirikan kantor dagangnya di  Inderapura terus ke Salido. Kemudian di Pulau Cingkuak juga didirikan lojinya  pada tahun 1664 untuk mengatasi perlawanan rakyat pesisir yang dikoordinir oleh  Aceh.
Untuk melepaskan pesisir barat pulau Sumatera dari pengaruh Aceh,  maka Belanda melakukan perjanjian dengan raja Pagaruyung yang merupakan pemilik  sesungguhnya dari daerah tersebut. Oleh raja Pagaruyung Belanda diberikan  kebebasan untuk mengatur perdagangannya pada daerah tersebut. Perjanjian itu  dilakukan pihak Belanda dengan Sultan Ahmad Syah pada tahun 1668.
Mulai saat itu Belanda, melangkah selangkah demi selangkah  menanamkan pengaruhnya di Sumatera Barat dengan jalan politik pecah belahnya  yang terkenal itu. Disatu pihak mereka menimbulkan perlawanan rakyatnya terhadap  raja atau pemimpinnya sesudah itu mereka datang sebagai juru selamat dengan  mendapat imbalan yang sangat merugikan pihak Minangkabau, sehingga akhirnya  seluruh Minangkabau dapat dikuasai Belanda.
Semenjak abad ke 17 terjadi persaingan dagang yang sangat  memuncak antara bangsa Belanda dengan bangsa Inggris di Indonesia. Pada tahun  1684 Belanda dapat mengusir Inggris berdagang di Banten. Sebaliknya Inggris  masih dapat bertahan di daerah Maluku dan menguasai perdagangan di daerah  pesisir Sumatera Bagian Barat. Pada tahun 1786 berhasil menguasai pulau Penang  di Selat Malaka sehingga mereka dapat mengontrol jalan dagang diseluruh pulau  Sumatera. Sumatera mulai dibanjri oleh barang-barang dagang Inggris. Tentu saja  hal ini sangat merugikan pihak Belanda.
Tahun 1780-1784 pecah perang antara Inggris dan Belanda di Eropa.  Peperangan ini merambat pula sampai ke daerah-daerah koloni yang mereka kuasai  di seberang lautan. Pada tahun 1781 Inggris menyerang kedudukan Belanda di  Padang dari pusat kedudukannya di Bengkulu, dan Padang serta benteng Belanda di  Pulau Cingkuak di hancurkan.
Dengan demikian pusat perdagangan berpindah ke Bengkulu. Setelah  terjadi perjanjian antara kerajaan Belanda dengan kerajaan Inggris maka Inggris  terpaksa mengembalikan seluruh daerah yang sudah direbutnya.
Bangsa Prancis yang pernah datang ke Sumatera Barat, yaitu ketika  bajak laut yang dipimpin oleh Kapten Le Me dengan anak buahnya mendarat di  Pantai Air Manis Padang. Hal ini terjadi pada tahun 1793. mereka dapat merebut  Kota Padang dan mendudukinya selama lima hari. Setelah mereka merampok kota,  mereka pergi lagi. Pada tahun 1795 Inggris merebut Padang lagi, karena terlibat  perang lagi dengan Belanda.
0 komentar:
Posting Komentar