Klik Minang.com-Siapa tokoh ini?. Apakah mereka juga merupakan dua orang  legendaris sejarah Minangkabau?. Atau apakah keduanya merupakan tokoh historis  sejarah Minangkabau yang benar-benar ada dan hidup dalam sejarah Minangkabau  pada masa dahulu. Penjelasan berikut ini dapat menjawab beberapa pertanyaan  itu.
Suku bangsa Minangkabau, dari dahulu hingga sekarang, mempercayai  dengan penuh keyakinan, bahwa kedua orang tokoh itu merupakan pendiri Adat Koto  Piliang dan Adat Bodi Caniago yang sampai sekarang masih hidup subur di dalam  masyarakat Minangkabau, baik yang ada di Sumatera Barat sendiri maupun yang ada  diperantauan.
Demikian kokohnya sendi-sendi kedua adat itu sehingga tidak dapat  digoyahkan oleh bermacam-macam pengaruh dari luar, dengan pengertian akan segera  mengadakan reaksi membalik apabila terjadi perbenturan terhadap unsur-unsur  pokok adat itu. Hal ini telah dibuktikan oleh perputaran masa terhadap kedua  adat itu.
Ada petunjuk bagi kita bahwa kedua tokoh itu memang merupakan  tokoh sejarah Minangkabau. Pitono mengambil kesimpulan bahwa dari bait kedua  prasasti pada bagian belakang arca Amogapasa, antara tokoh adat Datuk Perpatih  Nan Sabatang dengan tokoh Dewa Tuhan Perpatih yang tertulis pada arca itu adalah  satu tokoh yang sama.
Dijelaskan selanjutnya bahwa pada prasasti itu tokoh Dewa Tuhan  Perpatih sebagai salah seorang terkemuka dari raja Adityawarman yaitu salah  seorang menterinya. Jadi tokoh Dewa Tuhan yang ada pada prasasti yang terdapat  di Padang Candi itu adalah sama dengan Datuk Perpatih Nan Sabatang. Demikian  kesimpulannya.
Kalau pendapat ini memang benar, maka dapat pula dibenarkan bahwa  tokoh Datuk Perpatih Nan Sabatang itu adalah merupakan salah seorang tokoh  historis dalam sejarah Minangkabau, karena namanya juga tertulis pada salah satu  prasasti sebagai peninggalan sejarah yang nyata-nyata ada.
Bukti lain mengenai kehadiran tokoh tersebut dalam sejarah  Minangkabau adalah dengan adanya Batu Batikam di Dusun Tuo Lima Kaum,  Batusangkar. Dikatakan dalam Tambo, bahwa sebagai tanda persetujuan antara Datuk  Perpatih Nan Sabatang dengan Datuk Ketumanggungan, Datuk Perpatih Nan Sabatang  menikamkan kerisnya kepada sebuah batu, hal ini sebagai peringatan bagi anak  cucunya dikemudian hari. Sebelum peristiwa ini terjadi antara kedua tokoh adat  itu terjadi sedikit kesalah pahaman. Adanya Batu Batikam itu yang sampai  sekarang masih terawat dengan baik, dan ini membuktikan kepada kita bahwa kedua  tokoh itu memang ada dalam sejarah Minangkabau, bukan sekedar sebagai tokoh  dongeng saja sebagaimana banyak ahli-ahli barat mengatakannya.
Bukti lain dalam hikayat raja-raja Pasai. Dikatakan bahwa dalam  salah satu perundingan dengan Gajah Mada yang berhadapan dari Minangkabau adalah  Datuk Perpatih Nan Sabantang tersebut. Hal ini membuktikan pula akan kehadiran  tokoh itu dalam sejarah Minangkabau.
Di Negeri Sembilan, sebagai bekas daerah rantau Minangkabau  seperti dikatakan Tambo, sampai sekarang juga dikenal Adat Perpatih. Malahan  peraturan adat yang berlaku di rantau sama dengan peraturan adat yang berlaku di  daerah asalnya. Hal ini juga merupakan petunjuk tentang kehadiran Datuk Parpatih  Nan Sabantang dalam sejarah Minangkabau. Menurut pendiri adat Koto Piliang oleh  Datuk Ketumanggungan dan Adat Budi Caniago oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang.
Sesudah ternyata terbukti bahwa kedua tokoh itu benar-benar hadir  dalam sejarah Minangkabau, maka ada hal sedikit yang kurang benar yang  dikemukakan oleh Pinoto. Dia mengatakan bahwa kedua tokoh itu merupakan pembesar  dengan kedudukan menteri dalam kerajaan Adiyawarman. Tetapi pencantuman kedua  tokoh itu dalam Prasasti Adityawarman tidaklah berarti bahwa menjadi menterinya,  melainkan untuk menghormatinya, karena sebelum Adityawarman datang, kedua tokoh  itu sudah ada di Minangkabau yang sangat dihormati oleh rakyatnya. Maka oleh  Adityawarman untuk menghormati kedudukan kedua tokoh itu dicantumkan nama mereka  pada prasastinya. Tidak sembarang orang yang dapat dicantumkan di dalam prasasti  itu, kecuali tokoh yang betul-betul sangat terhormat.
Walaupun Datuk Parpatih Nan Sabatang dan Datuk Ketumanggungan  sudah merupakan tokoh historis dalam sejarah Minangkabau sesuai dengan  bukti-bukti yang dikemukakan, akan tetapi keduanya bukanlah merupakan raja  Minangkabau, melainkan sebagai pemimpin masyarakat dan penyusun kedua adat yang  hidup dalam masyarakat Minangkabau sekarang ini, yaitu adat Koto Piliang dan  Adat Bodi Caniago, bagi masyarakat Minangkabau sendiri kedudukan yang  sedemikian, jauh lebih tinggi martabatnya dari kedudukan seorang raja yang  manapun.
Antara Datuk Parpatih Nan Sabatang dan Datuk Ketumanggungan  adalah dua orang bersaudara satu Ibu berlainan Ayah. Karena ada sedikit  perbedaan dari apa yang dikatakan Tambo mengenai siapa ayah dan ibu dari kedua  orang itu, rasanya pada kesempatan ini tidak perlu dibicarakan perbedaan itu.  Tetapi dari apa yang dikatakan itu dapat ditarik kesimpulan bahwa ayah Datuk  Ketumanggungan adalah suami pertama ibunya (Indo Jati). Berasal dari yang  berdarah luhur atau dari keturunan raja-raja. Sedangkan ayah dari Datuk Parpatih  Nan Sabatang adalah Cati Bilang Pandai suami kedua ibunya yang berasal dari  India Selatan juga. Perbedaan darah leluhur dari keduanya itu menyebabkan  nantinya ada sedikit perbedaan dalam ajaran yang disusun mereka. Kesimpulannya  adalah bahwa kedua orang itu yaitu Datuk Ketumanggungan dan Datuk Parpatih Nan  Sabatang adalah dua tokoh historis dalam sejarah Minangkabau, bukan tokoh  legendaris sebagaimana yang dianggap oleh kebanyakan penulis-penulis barat.
0 komentar:
Posting Komentar