Klikminang.com-Seperti yang telah disebutkan pada bagian terdahulu, bahwa pada  pertengahan abad ke tujuh agama Islam sudah mulai memasuki Minangkabau. Namun  pada waktu itu perkembangan Islam di Minangkabau masih boleh dikatakan merupakan  usaha yang kebetulan saja, karena adanya pedagang-pedagang yang beragama Islam  datang ke Minangkabau. Pengaruh Islam pun hanya terbatas pada daerah-daerah yang  didatangi oleh pedagang-pedagang Islam, yaitu di sekitar kota-kota dagang di  pantai Timur Sumatera.
Masuknya agama Islam itu ada yang secara langsung dibawa oleh  pedagang Arab dan ada yang dibawa oleh Pedagang India atau lainnya, artinya  tidak langsung datang dari negeri Arab. Perkembangan yang demikian berlangsung  agak lama juga, karena terbentur kepentingan perkembangan Politikk Cina dan  Agama Budha.
Di kerajaan Pagaruyung sampai dengan berkuasanya Adityawarman,  agama yang dianut adalah agama Budha sekte Baiwara dan pengaruh agama Budha ini  berkisar di sekitar lingkungan istana raja saja. Tidak ada bukti-bukti yang  menyatakan kepada kita bahwa rakyat Minangkabau juga menganut agama  tersebut.
Secara teratur agama Islam pada akhir abad ke tiga belas yang  datang dari Aceh. Pada waktu itu daerah-daerah pesisir barat pulau Sumatera  dikuasai oleh kerajaan Aceh yang telah menganut agama Islam. Pedagang Islam  sambil berdagang sekaligus mereka langsung menyiarkan agama Islam kepada setiap  langganannya. Dari daerah pesisir ini, yaitu daerah-daerah seperti Tiku,  Pariaman, Air Bangis dan lain-lain dan kemudian masuk daerah perdalaman  Minangkabau. Masuknya agama Islam ke Minangkabau terjadai secara damai dan  nampaknya agama Islam lebih cepat menyesuaikan diri dengan anak nagari.  Barangkali itulah sebabnya bekas-bekas peninggalan Hindu dan Budha tidak banyak  kita jumpai di Minangkabau, karena agama itu tidak sampai masuk ketengah-tengah  masyarakat, tetapi hanya disekitar istana saja. Habis orang-orang istana itu,  maka habis pulalah bekas-bekas pengaruh Hindu dan Budha.
Perkembangan agama Islam menjadi sangat pesat setelah di Aceh  diperintah oleh Sultan Alaudin Riayat Syah Al Kahar (1537-1568 ), karena Sultan  tersebut berhasil meluaskan wilayahnya hampir ke seluruh pantai barat  Sumatera.
Pada permulaan abad ketujuh belas, seorang ulama dari golongan  Sufi penganut Tarikat Naksabandiyah mengunjungi Pariaman dan Aceh. Kemudian  beberapa lama menetap di Luhuk Agam dan Lima Puluh Kota. Juga dalam ke abad  ke-17 itu di Ulakan Pariaman bermukim seorang ulama Islam yang bernama Syeh  Burhanuddin, murid dari Syeh Abdurauf yang berasal dari Aceh. Syeh Burhanuddin  adalah penganut Tarikat Syatariah.
Murid-murid Syeh Burhanuddin itulah yang menyebarkan agama Islam  di pedalaman Minangkabau dan mendirikan pusat pengajian di Pamansiangan Luhak  Agam. Sebaliknya ulama-ulama dari Luhak Agam ini pergi memperdalam ilmunya ke  Ulakan Pariaman, yaitu tempat yang dianggap sebagai pusat penyebaran dan  penyiaran Islam di Minangkabau. Dari Luhak Agam inilah nanti lahir ulama-ulama  besar yang akan membangun agama Islam selanjutnya di Minangkabau seperti Tuanku  Nan Tuo dari daerah Cangkiang Batu Taba Ampek Angkek Agam. Tuanku Imam Bonjol  sendiri merupakan salah seorang murid Tuanku Nan Renceh Kamang Mudiak Agam.
Pada awalnya agama Islam di Minangkabau tidak dijalankan secara  ketat, karena disamping melaksanakan agama Islam para penganut juga masih  menjalankan praktek-praktek adat yang pada dasarnya bertentangan dengan ajaran  agama Islam itu sendiri.
Keadaan ini ternyata kemudian setelah datangnya beberapa orang  ulama Islam dari Mekkah yang menganut paham Wahabi. Yaitu suatu paham dimana  penganut-penganutnya melaksanakan ajaran Islam secara murni. Di tanah Arab  sendiri tujuan gerakan kaum Wahabi adalah utnuk membersihkan Islam dari  Anasir-anasir bid’ah. Kaum Wahabi menganut Mazhab Hambali dan bertujuan kembali  kepada pelaksanaan Islam berdasarkan Qur'an dan Hadist.
Pada waktu beberapa ulama di Minangkabau, seperti Tuanku  Pamansiangan, Tuanku Nan Tuo di Cangkiang, Tuanku Nan Renceh dan lain-lain juga  sudah melihat ketidak beresan dalam pelaksanaan praktek ajaran Islam di  Minagkabau dan ingin melakukan pembersihan terhadap hal tersebut, tetapi mereka  belum menemukan bagaimana caranya yang baik. Baru pada tahun 1803 dengan  kembalinya tiga orang haji dari Mekkah, yaitu Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji  Piobang, sesudah mereka itu menceritakan bagaimana yang dilakukan oleh gerakan  Wahabi disana (di Makkah).
Untuk melaksanakan pembersihan terhadap ajaran agama Islam itu  Tuanku Nan Renceh membentuk suatu badan yang dinamakan “Harimau Nan Salapan”  terdiri dari delapan orang tuanku yang terkenal pada waktu itu di Minangkabau.  Diakhir tahun 1803 mereka memproklamirkan berdirinya gerakan Paderi dan mulai  saat itu mereka melancarkan gerakan permurnian agama Islam di Minangkabau.
Mula-mula Paderi memulai gerakan pembersihannya di daerah Luhak  Agam yang tidak terlalu lama telah mereka kuasai, dengan berpusat di Kamang  Mudik. Selanjutnya gerakan Paderi melancarkan kegiatannya ke daerah Lima Puluh  Kota dan di daerah ini mereka mendapat sambutan yang baik dari rakyat Lima Puluh  Kota.
Gerakan kaum paderi baru mendapat perlawanan yang berat dalam  usahanya di Luhak Tanah Datar, karena pada waktu itu Luhak Tanah Datar masih  merupakan pusat kerajaan Pagaruyung yang mempunyai kebiasaan-kebiasaan tertentu  secara tradisional. Tetapi berkat kegigihan para pejuiang paderi akhirnya daerah  Luhak Tanah Datar dapat juga diperbaharui ajaran Islam nya berdasarkan Qur'an  dan Hadist, selanjutnya gerakan kaum paderi mulai meluas ke daerah rantau.
Pada waktu itu di daerah Pasaman muncul seorang ulama besar yang  membawa rakyatnya ke arah pembaharuan pelaksanaan ajaran Islam sesuai dengan  Alquran dan Hadist Nabi. Karena gerakannya berpusat di Benteng Bonjol maka ulama  tersebut akhirnya terkenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol, yang semulanya  terkenal dengan nama Ahmad Sahab Peto Syarif.
Setelah di daerah Minangkabau dapat diperbaharaui ajaran Islamnya  oleh kaum paderi, maka gerakan selanjutnya menuju keluar daerah Minangkabau,  yaitu ke daerah Tapanuli Selatan yang akhirnya juga dapat dikuasai dan  menyebarkan ajaran Islam di sana.
Setelah Tuanku Nan Renceh meninggal tahun 1820, maka pimpinan  gerakan paderi diserahkan kepada Tuanku Imam Bonjol dan diwaktu itu gerakan  paderi sudah dihadapkan kepada kekuasaan Belanda yang semenjak tahun 1819 sudah  menerima kembali daerah Minangkabau dari tangan Inggris.
Karena terjadinya perbenturan kedua kekuatan di Minangkabau yaitu  antara kekuatan paderi di satu pihak yang berusaha dengan sekuat tenaga  menyebarkan agama Islam secara murni dengan kekuatan Belanda di lain pihak yang  ingin meluaskan pengaruhnya di Minangkabau maka terjadilah ketegangan antara  kedua kekuatan itu dan akhirnya terjadi perang antara kaum paderi dengan Belanda  di Minangkabau. Perang ini terjadi antara tahun 1821-1833. pada akhirnya rakyat  Minangkabau melihat bahwa kekuatan Belanda tidak hanya ditujukan kepada gerakan  kaum paderi saja, maka pada tahun 1833 rakyat Minangkabau secara keseluruhannya  juga mengangkat senjata melawan pihak Belanda. Perang ini berlangsung sampai  tahun 1837.
Tetapi karena kecurangan dan kelicikan yang dilakukan pihak  Belanda akhirnya peperangan itu dapat dimenangkan Belanda, dalam arti kata  semenjak tahun 1837 itu seluruh daerah Minangkabau jatuh ke bawah kekuasaan  pemerintah Hindia Belanda.
Dari masa inilah Minangkabau di rundung duka yang dalam, karena  menjadi anak jajahan Belanda. Tuanku Imam ditangkap Belanda dengan tipu  muslihat, dikatakan untuk berunding tetapi nyatanya Belanda menangkap beliau,  dibuang semula ke Betawi, tinggal di Kampung Bali, selanjutnya dipindahkan ke  Menado. Ditempat yang sangat jauh dari kampung halaman, badan yang telah sangat  tua itu akhirnya dihentikan Tuhan Dari penderitaan yang berat, berpulanglah  seorang Patriot Islam Minangkabau dirantau orang.
Beliau telah berjuang sekuat tenaga menegakkan Syiar Islam di  Ranah Minangkabau tercinta ini, jasatnya terbujur disebuah desa kecil yang sepi  bernama “Lotak” nun jauh diujung pulau Selebes, harapannya kepada kita semua  anak Minangkabau, lanjutkan perjuangan beliau dengan menegakkan akidah Islam  dalam kehidupan sehari-hari, jawabnya barangkali yang paling tepat bagi kita  sekarang, “ Mari kita berbenar-benar menegakkan Adat Basandi Syarak-syarak  Basandi Kitabullah ” dalam kehidupan kita.
0 komentar:
Posting Komentar