Klikminang.com-Adityawarman bukan raja di Minangkabau, melainkan adalah raja di  kerajaan Pagaruyung yang merupakan salah satu periode dari sejarah Minangkabau  yang sangat panjang. Agar tidak mendatangkan keraguan kepada kita, maka kerajaan  yang diperintahkan oleh Adityawarman kita namai kerajaan Pagaruyung saja.
Untuk mengetahui siapa sebenarnya Adityawarman, perlu kita tinjau  kembali hasil dari ekspedisi Pamalayu oleh Kartanegara pada tahun 1275, bukan  hasil secara keseluruhan melainkan hasil yang berhubungan dengan asal-usul  Adityawarman saja.
Setelah ekspedisi itu berhasil, maka sewaktu rombongan ekspedisi  kembali ke Jawa, mereka membawa Dara Jingga dan Dara Petak. Sesampai di Jawa  kerajaan Singasari telah diganti oleh kerajaan Majapahit. Maka Dara Petak  diambil sebagai selir oleh Raden Wijaya yang menjadi raja pertama kerajaan  Majapahit. Dari perkawinan ini nanti akan melahirkan seorang putra yang pada  waktunya akan menjadi raja di Majapahit. Puteranya tersebut bernama  Jayanegara.
Dara Jingga kawin dengan salah seorang pembesar kerajaan  Majapahit dan melahirkan seorang putera yang nama kecilnya. Aji Mantrolot. Aji  Mantrolot ini yang kemudian dikenal sebagai Adityawarman. Dengan demikian  Adityawarman merupakan keturunan dari dua darah kaum bangsawan, satu darah  bangsawan Sumatera dan satu darah bangsawan Majapahit. Raja Majapahit yang kedua  yaitu Jayanegara adalah saudara sepupu dari Adityawarman.
Mengenai asal-usul Adityawarman ini, Muhammad Yamin mengatakan  bahwa Adityawarman berasal dari tanah Minangkabau di Pulau Sumatera. Tempat  lahirnya terletak di Siguntur dekat nagari Sijunjung. Diwaktu muda dia berangkat  ke Majapahit, tempat dia dididik disekeliling pusat pemerintahan dalam suasan  keraton Majapahit. Kesempatan yang diperdapatnya itu berasal dari turunannya.  Ayah bundanya mempunyai hubungan darah dengan permaisuri raja Majapahit yang  pertama.
Pendapat Muhammad Yamin mengenai tempat kelahiran Adityawarman  dan hubungan kekeluargaannya dengan Kerajaan Majapahit diperkuat oleh Pinoto  yang mengatakan, bahwa Adityawarman adalah seorang putera Sumatera yang lahir di  daerah aliran Sungai Kampar dan besar kemungkinan dalam tubuhnya mengalir darah  Majapahit. Hubungan dengan kerajaan Majapahit bersifat geneologis dan  politis.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Adityawarman dilahirkan  di Kerajaan Melayu atau Minangkabau dan dibesarkan di Kerajaan Majapahit. Di  keraton Majapahit Adityawarman di didik bersama saudara sepupunya Jayanegara  yang kemudian menjadi raja Majapahit yang kedua. Di keraton Majapahit kedudukan  Adityawarman sangat tinggi, yaitu berkedudukan sebagai salah seorang menteri  atau perdana menteri yang diperolehnya bukan saja karena hubungan darahnya  dengan raja Majapahit tetapi juga berkat kecakapannya sendiri. Tahun 1325 raja  Jayanegara mengirim Adityawarman segbagai utusan ke negeri Cina yang  berkedudukan sebagai duta. Bersama dengan Patih Gajah Mada, Adityawarman ikut  memperluas wilayah kekuasaan Majapahit di Nusantara. Tahun 1331 Adityawarman  memadamkan pemberontakan Sadeng dengan suatu perhitungan yang jitu. Tahun 1332  dia dikirim kembali menjadi utusan ke negeri Cina dengan kedudukan sebagai duta.  Pada tahun 1334 Adityawarman pulang kembali ke negeri asalnya. Karena dengan  lahir dan menjadi besarnya Hayam Wuruk tidak ada lagi kesempatan bagi  Adityawarman utnuk menjujung mahkota kerajaan Majapahit sebagai ahli waris yang  terdekat.
Adityawarman adalah cucu dari raja Melayu karena ibunya Dara  Jingga adalah anak Tribuana raja Mauliwarmadewa, raja kerajaan Melayu. Oleh  karena itu, Adityawarman berhak atas takhta kerajaan Melayu tersebut. Timbulnya  keinginan Adityawarman untuk mendirikan kerajaan Melayu yang mandiri, disebabkan  karena kegagalan usaha patih Gajah Mada menguasai selat malaka. Pada tahun 1347  Adityawarman menjadi raja kerajaan Melayu yang dipusatkan di Darmasraya. Hal ini  dapat dibuktikan dengan prasasti yang dipahatkan pada bagian belakan arca  Amogapasa dari Padang Candi. Dalam Prasasti itu Adityawarman memakai nama :  “Udayadityawarman Pratakramarajendra Mauliwarmadewa” dan bergelar “Maharaja  Diraja” dengan memakai gelar tersebut rupanya Adityawarman hendak menyatakan  bahwa dia merupakan raja yang berdiri sendiri dan tidak ada lagi raja yang  berada di atasnya. Dengan demikian dia sudah bebas dari Majapahit. Sebagai  realisasi dari pernyataan tersebut, maka Adityawarman pada tahun 1349  memindahkan pusat kerajaan dari Darmasraya ke Pagaruyung di Batusangkar.
Selama pemerintahannya Adityawarman berusaha membawa kerajaan  Pagaruyung ke puncak kejayaannya. Dalam usaha memajukan kerajaan itu  Adityawarman mengadakan hubungan dengan luar negeri, yaitu dengan Cina. Tahun  1357, 1375, 1376 Adityawarman mengirim utusan ke negeri Cina. Selama masa  pemerintahannya di Pagaruyung yang berlangsung dari tahun 1349 sampai 1376,  kerajaan Pagaruyung berada di puncak kejayaannya. Bahkan dapat dikatakan pada  waktu itu Indonesia bagian barat dikuasai kerajaan Pagaruyung dan Indonesia  bagian Timur berada di bawah pengaruh kekuasaan Majapahit.
Adityawarman sebagai orang yang dididik dan dibesarkan di  Majapahit serta telah pula pernah menjabat beberapa jabatan penting di kerajaan  Majapahit, tentulah paham betul dengan seluk beluk pemerintahan di Majapahit.  Dengan demikian corak pemerintahan kerajaan Majapahit sedikit banyaknya  berpengaruh pada corak pemerintahan Adityawarman di Pagaruyung. Hal ini ternyata  pada prasasti yang ditinggalkan Adityawarman terdapat nama Dewa Tuhan Perpatih  dan Tumanggung yang oleh Pinoto dibaca Datuk Perpatih Nan Sabatang dan Datuk  Ketumanggungan.
Menurut Tambo kekuasaan Adityawarman hanya terbatas di daerah  Pagaruyung, sedangkan daerah lain di Minangkabau masih tetap berada dibawah  pengawasan Datuk Perpatih Nan Sabatang dan Datuk ketumanggungan dengan  pemerintahan adatnya. Dengan demikian di Pagaruyung Adityawarman dapat dianggap  sebagai lambang kekuasaan saja, sedangkan kekuasaan sebenarnya tetap berada di  tangan kedua tokoh pemimpin adat tersebut, sehingga hal ini menyebabkan kemudian  pengaruh budha yang dibawa ke Pagaruyung tidak dapat tempat di hati rakyat  Minangkabau, karena prinsipnya rakyat Minangkabau sendiri secara langsung tidak  berkenalan dengan pengaruh-pengaruh tersebut. Disamping itu, selama menjadi raja  Pagaruyung yang mengatur kehidupan masyarakat Minangkabau tetap hukum Adat Koto  Piliang dan Bodi Caniago. Dalam hal ini Tambo mengatakan bahwa Adityawarman  walaupun sudah menjadi raja yang besar, tetap saja merupakan seorang sumando di  Minangkabau, artinya kekuasaannya sangat terbatas.
Barangkali hal ini memang disengaja oleh Datuk yang berdua itu,  mengingat pada mulanya kekuasaan Adityawarman yang sangat besar sekali. Agar  kehidupan masyarakat Minangkabau jangan terpengaruh oleh kebiasaan yang dibawa  oleh Adityawarman maka kedua Datuk itu memagarinya dengan pengaturan kekuasaan,  Adityawarman boleh menjadi raja yang sangat besar, tetapi kekuasaannya hanya  terbatas di sekitar istana saja, sedangkan kekuasaan langsung terhadap  masyarakat tetap dipegang oleh mereka. Sesudah meninggalnya Adityawarman yang  memang merupakan seorang raja yang besar dan kuat, kekuasaan kerajaan Pagaruyung  mulai luntur. Kelihatannya dengan pengaturan yang dilakukan oleh Datuk Perpatih  Nan Sabatang berdua dengan Datuk Ketumanggungan tidak memberi kesempatan kepada  pengganti Adityawarman yang menganut agama budha untuk berkuasa seterusnya.
Adityawarman sebagai raja Pagaruyung merupakan seorang raja yang  paling banyak meninggalkan prasasti. Hampir dua puluh buah prasasti yang  ditinggalkannya. Diantaranya yang telah dibaca seperti Prasasti Arca Amogapasa,  Kuburajo, Saruaso I dan II, Pagaruyung, Kapalo Bukit Gambak I dan II, Banda  Bapahek, dan masih banyak lagi yang belum dapat dibaca.
Diantara yang telah dapat dibaca itu menyatakan kebesaran dan  kemegahan kerajaan Pagaruyung, barangkali diantara raja-raja yang pernah ada di  Indonesia tidak ada seorang pun yang pernah meninggalkan prasasti sebanyak yang  telah ditinggalkan oleh Adityawarman. Sayangnya di Minangkabau kebiasaan seperti  itu hanya dilakukan oleh Adityawarman seorang raja. Sebelum dan sesudahnya  Adityawarman tidak ada yang membiasakan sehingga sampai sekarang kebanyakan data  sejarah Minangkabau agak gelap.
Sesudah Adityawarman meninggal kerajaan Pagaruyung yang tidak  lagi mempunyai raja yang merupakan keturunan darah langsung dari Adityawarman.  Sedangkan Ananggawarman yang dikatakan dalam salah satu prasasti Adityawarman  sebagai anaknya tidak pernah memerintah, karena kekuasaan Adityawarman langsung  digantikan oleh Yang Dipertuan Sultan Bakilap Alam. Dari sebutan raja itu saja,  kelihatannya sesudah Adityawarman raja yang menggantikannya sudah menganut agama  Islam.
Adanya Sultan Bakilap Alam sebagai raja Minangkabau Pagaruyung  dijelaskan oleh Tambo Minangkabau. Dengan sudah dianutnya agama Islam oleh  pengganti Adityawarman, maka hilang pulalah pengaruh agama Budha yang dianut  Adityawarman di Minangkabau.
Sampai dengan pertengahan abad ke-16 sesudah Adityawarman kita  tidak memperoleh keterangan yang lengkap mengenai kerajaan Pagaruyung. Rupanya  sesudah Adityawarman meninggal, kerajaan Majapahit kembali berusaha untuk  menguasai Pagaruyung serata Selat Malaka. Tetapi usaha tersebut gagal kaena  angkatan perang kerajaan Majapahit yang datang dari arah pantai timur dikalahkan  oleh tentara Pagaruyung dalam pertempuran di Padang Sibusuk tahun 1409.
Akibat pertempuran Padang Sibusuk itu membawa akibat yang sangat  besar dalam struktur pemerintahan kerajaan Pagaruyung selanjutnya. Semasa  Adityawarman menjadi raja, pemerintahan bersifat sentralisasi menurut sistem di  Majapahit. Tetapi sesudah pertempuran Padang Sibusuk itu, nagari-nagai di  Minangkabau membebaskan diri dari kekuasaan yang berpusat di Pagaruyung.
0 komentar:
Posting Komentar